Saturday, March 25, 2023

Mengapa Bayern Munich Ambil Keputusan TEPAT Mengganti Si Trendi Julian Nagelsmann Dengan Pemenang Berantai Thomas Tuchel


 berita bola - Tiba-tiba ganti pelatih di fase musim yang teramat penting telah menggemparkan sepakbola dunia, namun Bayern Munich mengambil keputusan tepat.

Delapan belas bulan yang lalu, Julian Nagelsmann diresmikan sebagai manajer baru Bayern Munich. Fans Bayer dan hipster-hipster sepakbola pun berpesta.

Seorang juru taktik muda, dengan gaya rambut keren dan jaket trendi, mengambil alih kemudi klub terbesar di Jerman.

Pada Jumat (25/3) dini hari WIB, Bayern melepaskannya, menggantinya dengan manajer terbaik yang tersedia di pasaran: Thomas Tuchel.

The Bavarians sudah sejak lama menginginkan mantan pelatih Chelsea dan PSG itu. Dengan posisi Nagelsmann semakin goyah dan Tuchel menganggur, Bayern memilih gerak cepat, dan langsung menyiapkan kontrak untuk pelatih 49 tahun itu.

Harus dikatakan, langkah tersebut adalah langkah terbaik yang bisa mereka lakukan.

Ini bukan soal di bagian mana Nagelsmann gagal, tapi lebih ke soal di aspek apa Tuchel akan sukses.

Nagelsmann adalah manajer top yang akan membuktikan kehebatannya. Toh usianya baru 35 tahun. Dia sudah mulai menunjukkan kebolehannya sejak sebelum tiba di Munich, dan meninggalkan Die Roten dengan satu titel Bundesliga.

Namun, dalam diri Tuchel, Bayern kini akhirnya mendapatkan manajer matang yang sudah elite, yang tak cuma bisa membangkitkan musim domestik mereka, tapi juga mengantarkan kejayaan di Eropa.

Respek padanya

Nagelsmann dipecat dengan segera, tepat di awal jeda internasional.

Meski Allianz Arena sudah tegang sejak beberapa waktu lalu, pemecatan Nagelsmann tetap mengejutkan. Bagaimana tidak, 24 jam sebelum kabar pemecatan tersiar, dia sedang berlibur main ski di Austria. Nagelsmann diklaim mengetahui kabar pemecatannya dari media, harus dikatakan ini sikap memalukan dari Bayern.

Namun, tanda-tandanya ternyata cukup jelas. Beberapa bintang senior Bayern hilang respek pada Nagelsmann. Ia dianggap terlalu tergesa-gesa mengkritik timnya usai kalah dan enggan ikut dipersalahkan.

Hubungannya dengan dewan direksi merenggang. Dan dia juga bentrok dengan pemain terpenting Die Roten, Manuel Neuer.

Kiper timnas Jerman itu mengalami beberapa bulan yang tidak mudah, pertama patah kaki ketika bermain ski sebelum sobat karib serta pelatihnya, Toni Tapalovic, dilepas oleh klub.

Ia memberi tanggapannya pada wawancara eksplosif dengan The Athletic, sebuah aksi yang bikin dewan direksi dan Nagelsmann naik pitam.

Nagelsmann juga gagal membungkam kegemparan terkait inkonsistensinya menggunakan Joao Cancelo. Kedatangan bek sayap Portugal itu dari Manchester City di Januari digadang-gadang sebagai perekrutan penting bagi tim yang memang memerlukan pelapis di posisi tersebut.

Tapi nyatanya Cancelo jarang dimainkan, dan malah lebih sering menjadi sumber distraksi di luar lapangan ketimbang bala bantuan di dalam lapangan.

Untungnya, Bayern mendatangkan seorang spesialis dalam hal pengendalian kerusakan alias damage control.

Tuchel memang tidak bersih dari drama ruang ganti sepanjang kariernya, tetapi dia sudah pernah menangani ego-ego besar.

Ia adalah manajer yang memimpin tim PSG lengkap dengan Kylian Mbappe dan Neymar. Tak ragu-ragu duduk di kursi panas Chelsea. Dan bahkan sigap menjadi penerus Jurgen Klopp di Borussia Dortmund.

Menjadi manajer Bayern Munich bukan sekadar pekerjaan mengembalikan stabilitas klub. Tapi Tuchel tahu betul bagaimana menghadapi para bintang dengan ego raksasa; ia tak takut menghadapi tantangan.

Keyakinan taktik

Mungkin tak akan pernah terungkap apa yang sebenarnya terjadi di balik layar Bayern Munich, baik di ruang direksi dan di ruang ganti, tetapi masalah di lapangan bisa dilihat oleh semua pasang mata di dunia.

Bayern inkonsisten di Bundesliga, membantai rival pacuan gelar Union Berlin namun menyusulnya dengan kekalahan 2-1 di tangan Bayer Leverkusen.

Namun yang paling kentara adalah Bayern tak memiliki keyakinan pada taktik mereka. Performa mereka inkonsisten karena Nagelsmann tak pernah benar-benar memilih satu sistem. Dia punya prinsip, tapi tidak dengan kontinuitas.

Pada satu periode, dia berusaha memenuhi tengah lapangan, dan bermain lewat Robert Lewandowski. Lalu, begitu lawan beradaptasi, dia berganti sistem.

Semenjak kepergian striker Polanda tersebut, Nagelsmann bahkan makin sering mengutak-atik taktiknya, meminta anak asuhnya untuk bermain melebar, dan hasilnya malah gagal menciptakan peluang.

Satu hal yang entah harus dicap positif atau negatif dari Tuchel adalah bahwa dia akan berpegang teguh pada taktiknya. Pelatih asal Jerman tersebut telah berevolusi dari tahun ke tahun, beradaptasi dari idealisme gegenpressing Dortmund menjadi 3-4-3 Chelsea yang pragmatis.

Tapi ke mana pun Tuchel pergi, ia selalu memiliki sistem yang jelas. Menurut Florian Plettenberg, proposal Tuchel yang terang dan memikat hatilah yang meyakinkan Bayern untuk tiba-tiba berganti pelatih.

Hal itu pun bisa dipahami, mengingat Bayern saat ini berada di posisi yang genting.

Keteteran di Bundesliga dan menghadapi Manchester City di perempat-final Liga Champions dalam tiga bekan, mereka tak memiliki banyak waktu untuk mengutak-atik dan menerka-nerka.

Tuchel akan memiliki gagasannya, dan akan memeluk gagasan itu lekat-lekat. Yang demikian telah sukses memberinya hasil yang diinginkan di masa lampau.

Mimpi buruk Pep Guardiola?

Manajer Bayern Munich dikutuk dengan beban ekspektasi; namun itulah risikonya menjadi pelatih klub yang begitu masif.

Die Roten tak harus menjuarai Liga Champions setiap tahun layaknya yang dibebankan pada PSG, tapi mereka selalu diharapkan bisa melaju sampai jauh. Dan di laga-laga besar, seperti laga kontra Man City di perempat-final nanti, sudah semestinya mereka bisa bersaing.

Maka masuk akal ketika Bayern memilih satu manajer yang paling ditakuti Guardiola. Dia sendiri mengakuinya, lewat cara memujinya yang khas itu.

"Dia sangat kreatif," kata Guardiola pada 2022. "Salah satu dari sedikit manajer yang saya pelajari demi menjadi manajer yang lebih baik."

"[Dia] hebat di segala departemen. Saya menikmatinya semenjak dia di Mainz. Saya senang menonton timnya dan bagaimana dia bermain dan pendekatannya. Dia membuat dunia sepakbola lebih baik."

Tuchel sukses besar melawan Guardiola saat masih menukangi Chelsea, mengalahkan Man City TIGA kali beruntun - termasuk di final Liga Champions 2021.

Manager memang tak direkrut hanya demi satu laga, atau setidaknya tak seharusnya demikian.

Tapi bagaimana Tuchel didatangkan kurang dari sebulan sebelum Bayern menghadapi Man City di laga Eropa terbesar mereka musim ini adalah sebuah kebetulan yang timing-nya terlalu sempurna.

Sukses jangka pendek dan panjang

Bayern sebenarnya tak terlalu terdesak untuk memecatn Nagelsmann - setidaknya tidak di pertengahan musim.

Namun mungkin kulminasi dari segala ketegangan yang ada hadir di waktu yang sempurna untuk Bayern.

Dortmund, yang saat ini unggul satu poin dari mereka di Bundesliga, akan menjadi lawan berikutnya. Kekalahan akan menempatkan rentetan 10 tahun juara liga dalam bahaya. Kemenangan akan mengembalikan rasa kendali yang memang sangat dirindukan.

Dan semua ini terasa sangat tidak-Bayern. Sudah lama julukan 'FC Hollywood' tak diparadekan.

Ya, terakhir kali mereka memecat manajer dengan periode peringatan sependek ini adalah ketika mendepak Carlo Ancelotti pada September 2017 - bahkan saat itu saja terasa lebih sopan daripada yang sekarang.

Saat itu mereka belum mendapatkan pengganti sempurna dan terpaksa 'main aman' dengan menunjuk Jupp Heynckes.

Namun kali ini, Bayern berhasil mendapatkan manajer terbaik yang ada di pasaran, sosok yang tepat di waktu yang tepat.

Dan masa depan jangka pendek dan panjang Bayern suatu hari nanti akan berterima kasih kepada langkah ekstrem yang mereka ambil saat ini.

No comments:

Post a Comment