Wednesday, July 12, 2023

Kylian Mbappe Adalah Monster Ciptaan PSG Yang Harus Segera Mereka Singkirkan


 berita bola - Mbappe adalah pemain terbaik di dunia, tapi mudarat kehadirannya lebih besar daripada manfaatnya.

Mulai lagi, deh. Sinetron paling dramatis di kancah sepakbola, dibintangi oleh Kylian Mbappe dan Paris Saint-Germain, kembali tayang. Harusnya ini sudah season terakhir kan? Masa masih mau diulur-ulur lagi? Mestinya kedua belah pihak sekarang sudah tersadar kan, bahwa jalan terbaik bagi mereka adalah berpisah?

Leonardo akhirnya menyadari ini - meski sekarang sudah terlambat, ia sudah kehilangan jabatannya. Pria Brasil ini menghabiskan tiga musim bekerja bersama Mbappe di PSG sebelum dipecat dari jabatan direktur olahraga musim panas tahun lalu - dan baru sekarang menyadari bahwa ego sang pemain terlalu besar untuk Parc des Princes.

"Untuk kebaikan PSG, menurut saya sudah saatnya Mbappe pergi, tak peduli apa pun yang terjadi," ucap Leonardo kepada L'Equipe. "Paris Saint-Germain sudah eksis sebelum Kylian Mbappe dan akan tetap eksis setelah Kylian Mbappe. Dia sudah di Paris selama enam tahun dan, dalam enam musim tersebut, lima klub berbeda telah menjuarai Liga Champions (Real Madrid di 2018 & 2022, Liverpool di 2019, Bayern Munich di 2020, Chelsea di 2021, dan Manchester City di 2023), dan tak satu pun dari mereka memiliki Mbappe. Artinya, sangat mungkin menjuarai kompetisi ini tanpa kehadirannya."

Yang paling membuat kita tak habis pikir adalah, bagaimana bisa Leonardo baru menyadari bahwa dengan menurutu hampir semua kemauan Mbappe, PSG secara tak langsung telah menciptakan seorang monster. Padahal, Christopher Dugarry sudah menduganya empat tahun yang lalu...

Firasat mengerikan Dugarry

Mbappe masuk sebagai pengganti dan mencetak hat-trick, membantu PSG mengalahkan Club Brugge di Liga Champions – tetapi Dugarry malah khawatir. "Saya cemas mimpi ini bisa rusak dengan anak ini; saya merasa situasi bisa memburuk dengan segera," ucap bekas penggawa timnas Prancis itu kepada RMC.

Ketika hampir semua pasang mata fokus pada betapa menakjubkannya talenta Mbappe, Dugarry tak bisa tak memikirkan komentar pasca-laga sang pemain. Mbappe menegaskan bahwa ia ingin dan berharap menjadi starter di laga versus Club Brugge itu. Ia mengakui bahwa "ini adalah keputusan pelatih dan Anda harus menerimanya." Tapi langsung menambahkan, "Saya ingin menunjukkannya lagi, bahwa semua akan sulit tanpa saya."

Ia memang membuktikan omongannya. Dan determinasinya untuk selalu menginjakkan kaki dilapangan ditelan mentah-mentah oleh para pandit sebagai sikap seorang juara sejati; bahwa ia memiliki kepercayaan diri yang tak terpatahkan dan keyakinan pada kemampuannya sehingga ia merasa harus selalu dimainkan.

Namun, firasat Dugarry melihat hal lain: arogansi dan ketinggian hati yang mulai bertunas di benak Mbappe. Dugarry khawatir bahwa pemain yang saat itu masih remaja, yang bahkan pernah bolos pesta juara AS Monaco hanya demi mendapatkan tidur yang cukup, berpotensi menjadi seorang primadona di PSG.

"Perang Ego"

Ia memprediksi "perang ego" di Parc des Princes jika Mbappe dibiarkan bertumbuh tanpa kendali - dan Dugarry tepat sasaran: ego besarnya bentrok dengan Neymar, menciptakan perpecahan serius di ruang ganti PSG musim kemarin.

Situasi tersebut semakin konyol dan konyol, sampai-sampai mereka berdua rebutan penalti saat menghadapi Montpellier di Ligue 1 Agustus tahun lalu. Masih di laga yang sama, Mbappe juga sempat ngambek, memalingkan badan dan memunggungi permainan yang sedang berlangsung hanya karena tak diberi bola oleh Vitinha.

Namun ternyata rasa frustrasi Mbappe terhadap PSG, yang tak malu-malu ia umbar di depan umum, memiliki dampak yang lebih signifikan dari yang kita duga...

Mbappe salahkan kegagalan UCL pada strategi transfer PSG yang ngawur

Musim panas tahun lalu, Nasser Al-Khelaifi menjadikan Mbappe sebagai "fondasi proyek PSG" dalam upayanya meyakinkan sang megabintang untuk menolak Real Madrid - tapi hanya enam bulan kemudian, Mbappe mengkritik PSG karena gagal mendatangkan No.9 yang setipe Olivier Giroud untuk membantu permainannya.

Pekan lalu, omongannya makin bablas. Setelah mengonfirmasi ia tak punya niatan untuk mengaktifkan opsi perpanjangan kontrak sampai 2025 (yang artinya ia bakal berstatus free agent tahun depan), Mbappe juga menyalahkan strategi transfer PSG yang ngawur atas kegagalan mereka menjuarai Liga Champions.

Memang, ia ada benarnya. Entah sudah berapa kesalahan yang dibuat PSG di bursa transfer dalam beberapa waktu terakhir, tapi Mbappe juga bagian dari masalah ini. Ia menyebut PSG sebagai klub yang "memecah belah", padahal dialah salah satu alasan mengapa Les Parisiens seperti itu.

"Pemain hebat - bukan pemimpin"

Neymar dan Lionel Messi menjadi kambing hitam utama kegagalan PSG melewati babak 16 besar Liga Champions dua musim beruntun, dan itu tak mengejutkan. Cedera bertubi yang menghantam Neymar sudah sejak lama dikait-kaitkan dengan gaya hidupnya yang tak mencerminkan pesepakbola profesional, sementara Messi bahkan tak menyembunyikan fakta bahwa ia tak memiliki cinta untuk fans PSG, mengingat ia baru pernah sekali menyapa mereka di stadion.

Alhasil, Mbappe lolos dari semua kecaman serius. Jerome Rothen, yang menjadikan Messi kambing hitam atas kegagalan PSG di Eropa yang terus berulang, menjelaskan bahwa Mbappe, sebagai pahlawan lokal Paris, tak bisa dicela karena ia hampir selalu tampil gemilang di lapangan.

Namun argumen yang sama tak mempan dijadikan alasan untuk perilakunya yang terus-terusan 'bermesraan' dengan Madrid. Messi dikritik karena diduga memanfaatkan PSG sebagai wadah untuk mempersiapkan dirinya menjelang Piala Dunia 2022 - padahal Mbappe sudah berkali-kali menimbulkan kekacauan di PSG dengan mengumbar keluhannya di depan umum.

"Melihat sikapnya selama dua tahun terakhir, Mbappe menunjukkan bahwa ia belum bisa menjadi pemain yang mampu memimpin sebuah tim," kata Leonardo. "Ia adalah seorang pemain hebat, tapi bukan seorang pemimpin. Sulit membangun tim dengan ia sebagai fondasinya."

Distraksi yang merusak

Rothen berpendapat bahwa orang perfeksionis memang seringkali bersikap problematis di lingkungan kelompok, tetapi orang itu harus selalu diakomodasi demi kebaikan tim - namun ia mengakui bahwa bos Prancis Didier Deschamps pasti ragu menunjuk Mbappe sebagai kapten karena "ia terlalu berisik. Ketika ada api, seringkali sang kapten yang harus memadamkannya. Kylian, mengingat sikapnya yang blak-blakan, bakal menyiramnya dengan bensin!"

Dengan takluk pada perilaku kekanakannya, PSG dibikin terlihat lemah dan tak berdaya oleh Mbappe. Memang, tak sulit memahami mengapa mereka berjuang sangat keras demi mempertahankannya sampai saat ini. Mbappe adalah talenta yang menakjubkan, megabintang sejati yang sudah ditakdirkan untuk memecahkan rekor demi rekor, memenangkan trofi demi trofi jika dikelilingi tim yang tepat. Ya, Mbappe sangat penting bagi brand PSG.

Tapi Mbappe sudah bukan cuma daya tarik yang tak ternilai lagi - ia adalah distraksi yang merusak. Tanya deh sama fans sepakbola klub mana pun, memang mereka mau ada Mbappe di line-up klub kesayangan mereka? Paling tidak pasti banyak yang menjawab dengan penuh keragu-raguan, penuh kewaspadaan - dan semua itu berhubungan soal sikapnya yang patut dipertanyakan.

Ayo PSG, buktikan kalian klub serius!

Tapi tampaknya PSG terlambat menyadari itu. Prahara kontrak Mbappe merampas semua perhatian dan menenggelamkan kabar peresmian Luis Enrique sebagai pelatih baru pekan lalu - dan situasinya akan terus begitu sampai perihal masa depan Mbappe diselesaikan.

Al-Khelaifi mengambil langkah tepat, memutuskan bahwa kecuali Mbappe meneken perpanjangan kontrak, ia akan dijual musim panas ini. Kehilangan pemain paling berharga di dunia secara gratis tahun depan, membayangkannya saja terasa tabu. Tapi sungguh, ini juga soal PSG yang akhirnya mengakhiri tarik-ulur kekuasaan yang tak selesai-selesai ini. PSG sangat ingin diakui sebagai klub serius, tetapi malah membiarkan sinetron penuh drama ini berlangsung sampai sekarang.

Seperti kata Paolo Di Canio kepada Sky Sport Italia, "PSG yang menempatkan diri mereka sendiri di situasi ini karena terlalu memanjakannya, dan akhirnya ini menjadi brand global mereka. [PSG] sudah terjebak situasi ini tahun lalu dan sekarang Mbappe masih tantrum."

"Kita boleh saja bicara soal kesalahan-kesalahan PSG, tetapi kita juga harus bicara soal ketidaksenonohan dari bocah itu. Saya sebut ketidaksenonohan karena memang itulah adanya. ia memanfaatkan situasi ini tahun lalu dan sekarang melakukan hal yang sama: mengancam akan pergi secara gratisan tahun depan demi digaji Real Madrid."

Sinetron ini harus diakhiri musim panas ini juga. Sudah saatnya PSG move on dari Mbappe. Sudah saatnya mereka menyingkirkan monster yang mereka ciptakan sendiri.

No comments:

Post a Comment