Monday, July 10, 2023

Masalah BESAR Yang Wajib Dipecahkan Luis Enrique Di PSG


 berita bola - Semua orang diam-diam sepakat bahwa Enrique akan menghadapi tugas maha berat di PSG, mengingat sederet masalah yang menantinya di Parc des Princes...

Akhirnya resmi juga. Setelah empat percobaan, Paris Saint-Germain mendapatkan pelatih baru mereka. Luis Enrique menjadi pelatih kenamaan terbaru yang akan menjadi nakhoda di Parc des Princes, meneken kontrak dua tahun untuk memandu sang kampiun Ligue 1. Dan dia datang dengan CV yang cukup mentereng. Ia meraih treble di Barcelona serta memimpin Spanyol yang pesakitan sampai ke semi-final Euro 2020.

Seperti para pendahulunya, Enrique akan menangani tim biang onar nomor satu di Eropa dalam diri PSG. Tim yang diam-diam sedang melakukan perombakan skuad besar-besaran. Les Parisiens sudah melepas Lionel Messi dan Sergio Ramos, sementara Kylian Mbappe dan Neymar bisa menyusul mereka berdua. Enrique juga harus tanpa bek sentral Presnel Kimpembe, yang cedera dan harus menepi untuk waktu yang lama.

Ditambah suporter yang frustrasi, direktur sepakbola yang terlalu ikut campur, dan chemistry skuad yang tidak karuan, bekas pelatih Blaugrana ini sepertinya mewarisi pekerjaan yang sangat angker. Ya, tidak heran Julian Nagelsmann - yang kabarnya menjadi target utama PSG - menolak jabatan ini. Di atas kertas, pelatih PSG merupakan pekerjaan yang seksi - siapa coba yang tak mau mengasuh skuad bertabur bintang? Tapi sayangnya fakta di lapangan membuktikan sebaliknya.

Tapi kita punya alasan untuk yakin bahwa Luis Enrique bisa mewujudkan hal-hal baik di sini. Ia adalah pelatih berprestasi dengan kepribadian yang tepat untuk menghadapi ego-ego besar di ruang ganti. Selain taktik yang fleksibel, ia juga dikenal berkat kebolehannya mengembangkan pemain muda. Kualitas yang sesuai untuk jabatan yang penuh cobaan ini.

Jangan salah, bukan berarti pekerjaannya akan mudah - bahkan ada beberapa masalah yang harus segera Enrique selesaikan. KALIJODO88 menilik masalah-masalah terbesar yang akan dihadapi oleh sang pelatih baru PSG dalam pekan-pekan dan bulan-bulan ke depan. Selamat bekerja, Lucho!

Racik formasi yang bisa dipakai

Selama dua musim terakhir, pelatih PSG seringkali harus menyusun formasi dengan mengakomodasi defisiensi pertahanan yang tercipta dari memainkan Messi, Neymar, dan Mbappe sekaligus. Sebenarnya itu agak masuk akal, mengingat ketiganya merupakan tiga penyerang terbaik di dunia. Maka, meminta mereka untuk membuang-buang energi yang tak perlu adalah sebuah langkah yang tidak logis. Namun, tujuh pemain non-kiper lain yang jadi harus menanggung bebannya. Tak jarang Christophe Galtier dan Mauricio Pochettino terpaksa menurunkan tiga bek sentral solid, dilapisi dengan gelandang-gelandang pekerja keras di depan mereka.

Tapi sekarang Luis Enrique sudah tidak perlu memikul beban yang ditinggalkan Messi, dan ia bisa jadi tidak harus terlalu mengkhawatirkan Mbappe dan Neymar. Ada fleksibilitas taktik yang bisa dikejar di Paris saat ini.

Ya, Enrique mendapati dirinya dengan beberapa pemain yang cukup menarik, termasuk beberapa talenta muda menjanjikan, dan riwayat pekerjaannya mengimplikasikan ia bisa meracik tim dengan berbagai susunan. 'MSN' kreasinya di Barcelona sangat mematikan dalam situasi serangan balik, sementara Spanyol asuhannya mencekik lawan dengan penguasaan bola yang rakus.

Maka, tim PSG era baru ini bisa menjadi wadah bagi gaya inovatif Luis Enrique. Kemungkinan besar, ia akan diberi banyak kebebasan untuk mengutak-atik timnya.

Membangkitkan Neymar

Tak ada yang tahu apa yang seorang Neymar, dengan pergelangan kaki yang belum sembuh dan di usianya yang sudah mencapai 31 tahun, bisa berikan untuk PSG. Ia memang kelas dunia di puncak kekuatannya, dan pasti bisa menyumbang cukup banyak gol dan assist — terutama ketika menghadapi persaingan di Ligue 1 yang begitu... lunak.

Tapi bagaimana ia harus digunakan dan dimaksimalkan, adalah beban pikiran bagi Luis Enrique. Dalam beberapa tahun terakhir, Neymar lebih sering dimainkan sebagai semacam gelandang serang; pemain yang beredar di sepertiga akhir, menggocek, mengumpan, menembak, juga menghibur pemirsa. Memang tidak selalu kontributif bagi kesuksesan timnya, tapi setidaknya sangat memanjakan mata.

Namun Luis Enrique adalah pelatih yang didatangkan untuk menang, dan ia sudah pernah menang bersama Neymar. Mereka berdua awalnya memiliki hubungan baik ketika bekerja sama di Barcelona, tetapi lantas cekcok — dan Neymar memutuskan untuk enyah ke PSG sebelum mendapatkan kesempatan untuk menjadi bintang utama dan satu-satunya di Blaugrana.

Kini, hubungan baik itu harus dipupuk kembali, terutama jika Neymar ingin menjadi nama terakhir yang bertahan dari trio monster yang mendefinisikan nestapa PSG dalam dua tahun terakhir.

Mungkin ini hal yang baik. Neymar benci sengketa kuasa, dan tak suka beradaptasi. Mungkin Neymar versi pasca-operasi bakal siap menjadi protagonis — sesuatu yang gagal ia capai di Barcelona di bawah Enrique. Yang jelas, sang manajer harus bisa memaksimalkan megabintang Brasil itu, yang makin ke sini kebugarannya makin tak bisa diandalkan.

Rangkul kembali para penggemar

Ultras PSG memang terkenal berangasan. Mereka sudah berkali-kali menggelar petisi melawan owner Les Parisiens, dan tahun lalu secara terbuka memberontak terhadap para pemain dan petinggi klub, bahkan mencemooh Messi pada penghujung musim 2022/23 — gestur yang menemui kecaman dari berbagai penjuru kancah sepakbola dunia.

Mereka menginginkan seorang manajer orang Prancis yang mau berkomitmen pada akar Parisien yang dimiliki PSG, dan memastikan agar pemain-pemain terbaik yang dilahirkan ibukota Prancis itu mengenakan baju PSG.

Tentu saja ini memberatkan tugas Luis Enrique, seorang warga Spanyol yang lahir dan besar di Spanyol, yang belum pernah membela atau melatih klub Ligue 1. CV-nya memang oke punya, dan ia pasti bisa menyulap PSG menjadi tim yang bermain atraktif, namun tetap saja ia bukan sosok yang diinginkan para penggemar.

Mungkin cuma prestasi nyata yang bisa menyelesaikan 'menjinakkan' ultras PSG, tapi ia tak memiliki banyak ruang gerak sebelum cemoohan Parc des Princes menghujaninya dan anak-anak asuhnya.

Maksimalkan lini tengah yang compang-camping

Komposisi gelandang PSG, harus dibilang, tak terlalu masuk akal. Les Parisiens memang dimanjakan dengan sederet opsi menarik, tetapi mereka hanya memiliki satu nama kelas wahid dan itu pun 'cuma' Marco Veratti yang performanya terus menurun. Meski mereka telah memperkuat pasukan mereka dengan mendatangkan Manuel Ugarte dan Lee Kang-in, keduanya nampak tak secocok itu dengan gaya main Luis Enrique yang sangat mengedepankan possession.

Maka, ia harus mampu menemukan keseimbangan dari serdadu yang compang-camping ini. Ugarte dan Verratti sepertinya sudah pasti starter, tetapi memilih nama ketiga atau keempat untuk menyelaraskan lini tengah bukanlah pekerjaan mudah.

Mungkin masih ada pemain yang akan menyusul Ugarte dan Lee, dan Bernardo Silva adalah salah satu nama yang dikaitkan dengan PSG. Tapi tetap saja, beberapa bulan yang lalu Luis Enrique memiliki maestro dan jenderal lapangan tengah seperti Gavi, Pedri, Thiago, dan Rodri. Dibandingkan dengan mereka berempat, gelandang-gelandang PSG terlihat seperti pemain papan tengah yang perlu digembleng.

Percayai darah muda

Tak bisa dipungkiri, PSG memiliki beberapa bakat muda yang menjanjikan. Kemunculan Warren Zaire-Emery adalah salah satu titik terang di tengah musim 2022/23 yang muram untuk Les Parisiens. Bintang 17 tahun ini mencatatkan 26 penampilan di Ligue 1 dan boleh dinyatakan sebagai gelandang terbaik mereka untuk waktu yang lama. Tentu saja besar risikonya percaya penuh pada seorang pesepakbola yang kiprah level elitenya baru saja menembus 1.000 menit. Kendati demikian, tak ada pemain yang lebih komplet dari Zaire-Emery di kelompok usianya.

Dan dia bukan satu-satunya youngster menjanjikan yang bisa diandalkan Enrique. El-Chadaille Bitshiabu memiliki potensi besar sebagai bek tengah, sedangkan Ismael Gharbi punya segala kualitas untuk menjadi gelandang serang kelas wahid. Sementara itu, pemain 21 tahun Hugo Ekitike bisa berkembang pesat di bawah asuhan yang tepat.

Mereka-mereka inilah pemain yang ingin fans PSG lihat membela panji-panji mereka. Dan Luis Enrique, yang mendebutkan Gavi di Spanyol bahkan sebelum ia mengemas dua digit penampilan di Barcelona, bisa menjadi sosok sempurna untuk membina mereka.

Tetapkan batasan dengan Campos

Orang-orang PSG ini sebenarnya ada yang paham tidak sih dengan hierarki klub mereka? Luis Campos, selaku penasihat sepakbola, sepertinya merupakan satu paket dengan Galtier, mengingat keduanya bekerja sama dengan penuh kesuksesan di Lille. Dan kini dengan Galtier terusir, bukankah harusnya Campos menyusul? Ternyata tidak juga. Pria asal Portugal itu bertahan di Paris, dan menangani sebagian besar bisnis transfer PSG di musim panas tanpa mengetahui sebenarnya dia ini merekrut pemain untuk dilatih siapa.

Tetapi pendekatan itu cuma di awal. Campos dikenal sebagai sosok yang sulit diajak bekerja sama, yang semakin ketahuan di penghujung masa bakti Galtier. Ia berkali-kali merongrong sang pelatih di hadapan pers, dan dikabarkan menerobos masuk ke ruang ganti untuk mencaci maki skuad PSG pada waktu turun minum dalam kekalahan memalukan melawan AS Monaco.

Sekarang tugas Luis Enrique adalah mencari tahu cara membungkamnya — atau minimal agar dia tahu kapan harus buka mulut. Campos adalah pemandu bakat yang hebat dan seorang rekruter andal, dan mungkin bisa dibilang salah satu sosok yang dibutuhkan PSG dalam era rebuild ini. Tetapi ia harus bisa satu suara dengan manajer yang melatih skuad bentukannya.

Integrasikan pemain baru

Lalu bagaimana dengan nasib pemain yang sudah terlanjur didatangkan? Pemain-pemain yang direkrut Campos tanpa arahan jelas? Mereka tak buruk-buruk amat kok, bahkan sangat berkualitas. Ugarte adalah pemain yang banyak dipuji, sementara Marco Asensio secara gratis dan Lucas Hernandez di €50 juta adalah manuver bisnis yang cerdas. Tetapi Luis Enrique hanyalah pelatih pilihan keempat. PSG lebih memprioritaskanThomas Tuchel dan Julian Nagelsmann, sehingga kita boleh berasumsi bahwa Campos awalnya tak menyusun tim untuk dilatih Enrique.

Nah, sekarang menjadi tugas si pilihan keempat itulah untuk mengintegrasikan para pemain baru. Untungnya pemain-pemain yang datang ini tak terlalu muluk-muluk. Asensio adalah winger yang berpengalaman; Ugarte adalah gelandang pekerja keras; sementara Hernandez dan Milan Skriniar merupakan bek tengah yang dapat diandalkan. Keempatnya bisa masuk ke tim ngetop Eropa mana pun tanpa banyak masalah.

Tapi tetap saja, Luis Enrique pengin mendapatkan pemain incarannya sendiri. Semua manajer pasti mewarisi pemain baru, tetapi biasanya pemain-pemain tersebut direkrut oleh manajer pendahulunya — bukan direktur sepakbola dengan kekuasaan tanpa batas.

Jaga mood Mbappe (jika ia menetap)

Nah, ini dia: satu masalah yang masih menggantung di PSG sampai Mbappe mengambil keputusan. Megabintang 24 tahun tersebut sudah menegaskan bahwa ia akan meninggalkan Les Parisiens suatu saat nanti dalam 12 bulan ke depan. Kini terserah pada klub untuk memutuskan apakah mereka mau menjualnya sekarang atau harus merelakannya pergi cuma-cuma tahun depan.

PSG tak ingin melakukan keduanya, dan meski ini bukan tanggung jawab manajer, Luis Enrique akan kebagian menangani sisa-sisa friksinya.

Jika Mbappe bertahan semusim lagi — sesuatu yang masih mungkin terjadi — sang manajer diharapkan untuk mendesain sistem yang bisa menjaga mood Mbappe. Dan, jangan salah, itu bukan tugas mudah. Penyerang Prancis tersebut adalah pesepakbola kelas dunia, yang akan mencetak banyak gol entah seperti apa formasinya. Tetapi memiliki Mbappe adalah sebuah kemewahan yang mengharuskan kalian mengutak-atik sistem agar sesuai dengannya, belum lagi ekspektasi untuk juara.

Luis Enrique bagus dalam hal ini, tetapi tidak ada yang tahu pasti apakah ia bisa 'menjinakkan' Mbappe sekaligus bersiap untuk kepergiannya.

No comments:

Post a Comment