Sunday, May 21, 2023

Lebih Dari Sekadar Uang & Superstar, Dominasi Manchester City Di Liga Inggris Buah Perencanaan Sempurna


 berita bola - Lima gelar juara liga Inggris dalam enam tahun terakhir adalah prestasi yang benar-benar menakjubkan dari Manchester City, level dominasi yang belum pernah terlihat sejak era keemasan Manchester United dengan jumlah trofi yang sama antara 1996 dan 2001.

Hegemoni Man United saat itu bukan semata-mata karena memiliki pemain-pemain dan manajer hebat. United juga jadi yang terdepan di luar lapangan, memperluas Old Trafford setiap beberapa tahun, membangun kompleks latihan baru, berinvestasi di akademi muda mereka, dan mengembangkan merek mereka di seluruh dunia melalui manuver komersial yang inovatif.

Itu juga yang persis dilakukan City selama dekade terakhir. Tapi ada satu perbedaan: United mengungguli para pesaing mereka di era ketika klub-klub masih beradaptasi dengan level popularitas baru sepakbola berkat kelahiran Premier League, sementara City menempatkan para rival di bawah bayang-bayang kesuksesan mereka di era ketika sepakbola tidak pernah sekompetitif ini sebelumnya.

City memang mendapat keuntungan dari dukungan Abu Dhabi United Group, tetapi mereka hanya satu dari banyak klub dalam sejarah modern Premier League yang dikuasai pemilik kaya-raya. Mereka tidak cuma menggelontorkan bujet raksasa dan mewujudkan impian Football Manager mereka. Mereka telah secara saksama membangun sebuah proyek untuk dominasi global, mempekerjakan orang-orang terbaik, juga pemain-pemain terbaik dan pelatih terbaik.

Dan mereka melakukannya tanpa warisan bersejarah layaknya banyak rival mereka seperti Liverpool, Arsenal, Manchester United, dan Chelsea, yang menjadi kaya dari popularitas awal Premier League di saat City bolak-balik berkompetisi di kasta pertama dan kedua - bahkan ketiga - sepakbola Inggris.

Di era ketika klub sepakbola pada dasarnya adalah korporasi multinasional, City jadi perusahaan yang memiliki pengelolaan terbaik di liga paling kompetitif di dunia. Jangan benci mereka karena lebih baik dari yang lain.

Impian Soriano

Kendati City memenangkan gelar Premier League pertama mereka pada Mei 2012 berkat gol kemenangan Sergio Aguero di menit ke-94 melawan Queens Park Rangers, fondasi nyata untuk dominasi City saat ini diletakkan baru beberapa bulan kemudian, saat mereka mempekerjakan Ferran Soriano sebagai ketua eksekutif.

Soriano, putra seorang penata rambut dan yang bekerja sebagai marketing deterjen pada awal kariernya, telah mengawasi pertumbuhan luar biasa Barcelona sebagai brand dalam lima tahun periodenya di posisi wakil presiden ekonomi klub, dengan pendapatan berkembang tiga kali lipat antara tahun 2003 dan 2008.

Dia mengundurkan diri dari Barca tepat sebelum Guardiola direkrut sebagai pelatih, dan melewatkan tiga gelar LaLiga berturut-turut plus dua trofi juara Liga Champions, tetapi dia jadi sosok yang sangat dihormati di industri sepakbola karena visinya. Dalam sebuah ceramah pada 2006 di Birkbeck College, Soriano mengatakan klub sepakbola harus memandang diri mereka sebagai perusahaan multinasional seperti Disney dan menjadi waralaba global. Dia mampu mewujudkan impian itu di City lewat pembentukan jaringan klub City Football Group di seluruh dunia, dari Uruguay, Amerika Serikat, India, Jepang, Australia, Prancis, Belgia, Spanyol, hingga Brasil.

Ide di balik penciptaan jaringan klub ini disebut 'glokalisasi', mengambil produk global dan mengadaptasinya ke pasar lokal. Selain semua klub mendapatkan lebih banyak pendukung secara lokal, jaringan ini juga menghasilkan rekognisi yang lebih luas untuk merek Manchester City, meningkatkan basis pendukung global mereka. Tak hanya mendulang pemasukan komersial, jaringan klub City juga memungkinkan mereka melakukan transaksi transfer yang menderu-deru.

Di bawah Soriano, City menjadi klub dengan pendapatan tertinggi di dunia sepakbola, meraup €713 juta menurut laporan Deloitte Money League. Tahun lalu, Brand Finance menempatkan mereka sebagai klub paling berharga kedua di dunia - hanya kalah dari Real Madrid - dengan nilai sekitar $1,539 miliar.

Bersabar Menunggu Pep

Langkah pertama Soriano adalah merekrut rekan lamanya di Barcelona, Txiki Begiristain, yang dulu menangani deretan transfer seperti Ronaldinho, Deco, dan Thierry Henry, sebagai direktur olahraga City. Mereka ingin melengkapi line up lama di Barcelona dengan memboyong Guardiola pada awal 2012 saat ia menjalani cuti panjang setelah meninggalkan Camp Nou.

Ketika Guardiola malah memilih untuk menukangi Bayern Munich pada 2013, City tidak terpengaruh. Mereka justru berjanji akan menunggu sampai pelatih asal Catalan itu menyelesaikan masa baktinya di Bavaria. Bagi sebuah klub papan atas, tiga tahun adalah penantian yang lama demi mendapatkan pilihan utama mereka sebagai pelatih.

Keteguhan City untuk bertahan menunggu Guardiola boleh jadi mengakibatkan progres tim mandek di bawah Manuel Pellegrini, finis keempat pada musim ketiga pria Cile itu bertugas sementara Leicester City bikin kejutan besar sebagai kampiun. Tapi, kesuksesan berkelanjutan Guardiola dengan City membuktikan bahwa dia memang pantas untuk ditunggu. Sama seperti yang pernah dilakukannya di Barcelona dan Bayern, Pep musim ini berhasil memenangkan gelar liga ketiga beruntun, atau total yang ke-12 sepanjang kariernya.

Guardiola juga membuat sejumlah inovasi taktik, misalnya bermain dengan inverted full-back dan sweeper-keeper yang kini telah jamak ditiru di seantero Eropa. Dan dia berhasil menerapkan tuntutan supertinggi dari para pemainnya - lihat saja cekcoknya dengan Kevin De Bruyne - tanpa mengasingkan mereka.

Rekrutmen Terencana & Tanpa Pembelian Panik

Sementara Chelsea tampak berusaha memboyong semua pemain muda menjanjikan di dunia tanpa pikir panjang di mana mereka akan bermain dan United melakukan serentetan pembelian panik setiap musim panas, City memiliki perencanaan rekrutmen yang eksepsional.

Begitu Guardiola ditunjuk, City mulai membangun skuad yang dibutuhkan sang pelatih untuk mengakomodir gaya permainan yang diinginkannya. Salah satu langkah pertamanya adalah mendepak Joe Hart, penjaga gawang No 1 Inggris dan salah satu pemain favorit fans yang telah berandil besar dalam dua raihan dua gelar liga. Keputusan tersebut bikin geger sepakbola Inggris, tetapi faktanya kemampuan Hart yang terbatas dengan bola di kakinya membuatnya tidak pas bermain untuk sang bos baru.

City membuat kesalahan dengan penggaetan kiper baru di awal era Pep saat mendaratkan Claudio Bravo, yang mengalami musim debut yang jeblok di Etihad, tetapi diagnosisnya sebetulnya sudah tepat. Dan Ederson, penjaga gawang utama mereka sejak 2017, memainkan peran kunci dalam lima trofi liga The Citizens di bawah Guardiola.

Banyak orang mengangkat alis saat City menghabiskan £130 juta lagi untuk tiga bek sayap pada musim panas 2017, yakni Danilo, Benjamin Mendy dan Kyle Walker. Namun, full-back terbukti menjadi salah satu posisi terpenting dalam sepakbola beberapa tahun terakhir ini, sebagaimana terlihat dari kesuksesan Liverpool berkat Trent Alexander-Arnold dan Andy Robertson.

City selalu melihat beberapa langkah ke depan, menganalisis area mana yang perlu dibenahi dalam skuad mereka. Pada 2020, posisi rentan tersebut adalah jantung pertahanan dan mereka mengangkut Ruben Dias, yang telah berkembang jadi salah satu sosok pemimpin utama dan pemain paling konsisten. Tahun lalu City menutup kekurangan penyerang tengah, merekrut striker terbaik dunia dalam wujud Erling Haaland plus pelapis bertalenta tinggi dalam diri Julian Alvarez yang harganya hanya £14 juta.

Belanja Bersih Lebih Irit Dari Palace & Leeds

Perencanaan skuad jangka panjang City teramat sukses sehingga, meski mendatangkan Haaland dan Kalvin Phillips musim panas lalu, mereka masih bisa membukukan keuntungan dari bursa transfer. Penjualan Raheem Sterling, Oleksandr Zinchenko dan Gabriel Jesus saja menghasilkan £124 juta, dan tambahan £15 juta datang dari pelepasan empat pemain lainnya, termasuk Pedro Porro yang belum pernah bermain untuk tim utama.

City memungkas jendela transfer dengan profit sebesar £8,3 juta. Pengeluaran bersih mereka jadi yang terendah keempat di Premier League, bahkan lebih kecil dari Crystal Palace dan Leeds United, dan hanya unggul atas dari Brighton, Leicester City, dan Everton. Bandingkan dengan belanja bersih Chelsea sebesar £480 juta, Manchester United £203 juta, atau Newcastle £161 juta. City dikelola dengan sangat baik sehingga mereka bahkan tidak perlu mengeluarkan banyak uang untuk membeli pemain, mereka mandiri.

Tagihan gaji mereka juga bukan yang terbesar, "hanya" nomor tiga di liga. Skuad City dilaporkan menelan biaya £182 juta musim ini, di belakang Manchester United (£211 juta) dan Chelsea (£212 juta).

Investasi Berkelanjutan Dalam Infrastruktur

City tidak hanya menghabiskan banyak uang untuk perekrutan. Sejak awal, mereka menyadari betapa pentingnya pengembangan pemain muda dalam upaya mereka untuk menjadi tim top dunia dan menggelontorkan £200 juta untuk membangun City Football Academy. Tempat latihan lama City dekat dengan milik Manchester United di desa Carrington, tetapi rumah mereka saat ini, yang rampung pada 2014, terletak persis di sebelah Etihad Stadium, memberikan berbagai keuntungan logistik dan strategis bagi klub.

Investasi tersebut telah terbayar kontan, baik itu dari segi suplai pemain tim utama maupun dari biaya transfer. Anggota skuad juara Phil Foden, Cole Palmer dan Rico Lewis semuanya jebolan akademi City, sementara klub juga berhasil meraup pemasukan dari penjualan nama-nama seperti Romeo Lavia, Jadon Sancho, dan Brahim Diaz ke klub lain.

City juga terus mengekspansi stadion mereka, yang berganti nama menjadi Etihad Stadium pada 2010. Kapasitas ditingkatkan dari 48.000 menjadi 53.000 pada 2014, dan bulan lalu klub mengajukan rencana untuk renovasi senilai £300 juta lagi yang akan menambah kapasitas hingga 60.000. Rencana tersebut juga mencakup pembangunan hotel, sky bar, dan pengalaman berjalan di atap stadion (stadium roof walk experience) untuk membuka peluang pendapatan lebih banyak lagi, mengikuti jejak Stadion Tottenham Hotspur dan Santiago Bernabeu yang telah direnovasi.

Ekspansi diperlukan untuk memenuhi permintaan tiket yang terus meningkat - laporan terbaru klub mencatatkan tingkat okupansi 99 persen di Etihad musim lalu, sementara tiket untuk deretan big match liga Inggris plus laga-laga Liga Champions melawan Real Madrid dan Bayern Munich semuanya ludes terjual.

Pemain Tak Bersalah

Ada satu topik yang mustahil dihindari di balik kesuksesan City. The Citizens merayakan gelar juara musim ini tanpa mengetahui akan seperti apa vonis akhir dalam investigasi terhadap tuduhan pelanggaran finansial mereka. Hasilnya mungkin baru akan diketahui satu atau dua tahun lagi, bahkan mungkin lebih lama. City masih dibayangi risiko kena pengurangan poin di masa datang, gelar mereka bisa saja dicabut, atau lebih parah lagi dikeluarkan dari liga.

Di mata sebagian besar rival dan beberapa pandit, kesuksesan mereka sudah ternoda. City didakwa melakukan 115 pelanggaran antara 2009, tahun setelah Abu Dhabi United Group mengakuisisi klub, dan 2018, tahun ketika City memenangkan gelar pertama bersama Guardiola.

Tuduhan ini serius dan jika City divonis bersalah, mereka patut dihukum berat. Kendati demikian, itu tidak seharusnya memburamkan kenyataan bahwa tim asuhan Guardiola telah membawa sepakbola ke level yang lebih tinggi.

Para pemain yang telah memenangkan titel ini tidak bersalah atas apa pun. "Dosa" mereka adalah memainkan sepakbola fenomenal dan menghancurkan rival-rival mereka.

No comments:

Post a Comment