berita bola - Costinha dan rekan setimnya mengabaikan instruksi untuk mencetak gol di menit ke-90 melawan Manchester United, dan itu mengubah hidup Jose Mourinho.
Mungkin ini masih menjadi gambar paling ikonik dari karier manajerial Jose Mourinho; pria Portugal itu berlari di pinggir lapangan Old Trafford pada 2004 untuk berselebrasi bersama para pemainnya di FC Porto.
Gol menit terakhir Costinha di suatu malam bulan Maret tidak hanya membuat Manchester United tersingkir dari Liga Champions, itu juga mengubah arah sepakbola Eropa.
Terlebih lagi, itu membuat Mourinho menjadi bintang global. Di tahun sebelumnya dia telah memenangkan Piala UEFA bersama Porto namun momen di Old Trafford itu benar-benar menjadi panggungnya untuk mengumumkan namanya ke seluruh dunia.
Dengan menggulingkan manajer legendaris macam Sir Alex Ferguson di depan pendukungnya sendiri, resmi sudah: manajer muda rupawan dari Setubal itu adalah ‘the real deal’.
Kepercayaan dirinya yang memang sudah tinggi menjadi semakin di puncak dan, hanya beberapa bulan kemudian, setelah membawa Porto menjuarai Liga Champions, dia mengguncang Stamford Bridge dengan mengumumkan diri sebagai ‘The Special One’.
Dia lantas mengakhiri 50 tahun penantian gelar Chelsea dengan meraih Liga Primer Inggris sebelum memenangkan treble bersejarah bersama Inter Milan dan kemudian menyudahi dominasi Barcelona di LaLiga dengan Real Madrid arahannya.
Namun, itu semua takkan terjadi tanpa gol penyama kedudukan yang dicetak oleh Costinha di menit terakhir di Old Trafford.
Faktanya, Mourinho sangat marah bahwa Benni McCarthy yang mengambil tendangan bebas karena ia menginginkan Ricardo Fernandes yang mengambilnya. Akan tetapi, arah bola itu berbelok setelah mengenai Costinha dan itu justru memperdaya kiper United Tim Howard.
"Saya ingat bahwa saat itu kami tidak melakukan perintah sesuai yang diinstruksikan Jose kepada kami," kata Costinha kepada Goal. “Yang kami lakukan bukanlah rencana Mourinho!
"Pelatih memang dapat mempersiapkan Anda dengan sempurna untuk pertandingan tetapi ada saat-saat ketika pemain bisa mengubah segalanya sendiri - dan dengan cara yang baik.
"Pada saat itu, kami tidak melakukan apa yang diinginkan Mourinho. Kami melakukannya secara berbeda. Tetapi bola masuk ke gawang. Howard melewatkannya dan John O'Shea hanya terperangah menonton bola dan tidak bereaksi dengan cepat.
“Saya, ketika mencetak gol, hanya melihat para suporter. Saya lupa segalanya pada saat itu dan saya menuju mereka untuk merayakannya bersama. Itu adalah perasaan yang luar biasa!"
Kegembiraan Porto sepenuhnya bisa dimengerti. Hanya sedikit pandit yang mengunggulkan mereka untuk maju ke perempat-final dengan melewati United.
Mourinho, bagaimana pun, selalu percaya pada pemainnya.
"Ketika kami terundi melawan Man United, saya ingat Jose berkata kepada kami, ‘Biarkan hiu datang,’” terang Edgaras Jankauskas kepada Goal.
"Tidak ada rasa takut dan kami memenangkan pertandingan pertama lewat skor 2-1 melalui dua gol dari Benni McCarthy. Namun, kami pergi ke Manchester dengan mengetahui itu akan sulit.
"Tapi tekanannya ada pada mereka: mereka berharap bisa sampai ke final dan kekalahan akan menjadi bencana bagi klub ikonik seperti mereka.
"Mungkin 95 persen orang berpikir Man United akan menemukan jalan untuk lolos, mengingat mereka adalah tim yang lebih baik dan lebih berpengalaman.
"Mereka memiliki pemain seperti Paul Scholes, Ruud van Nistelrooy dan Roy Keane. Mereka adalah superstar tingkat tertinggi yang bisa mengalahkan tim mana pun di dunia.
"Tapi Keane mendapatkan pengusiran di Portugal, jadi kami tahu dia akan absen di leg kedua. Kami tahu kami memiliki peluang."
Mourinho juga mengetahuinya, terutama karena dia sekali lagi akan kembali memiliki Costinha, yang absen di leg pertama karena skorsing.
Hubungan pasangan itu sempat tegang pada bulan-bulan sebelumnya dan mereka hampir tidak berbicara pada saat itu
Namun, setelah Porto terundi melawan United di babak 16 besar, Mourinho mendekati Costinha saat sang gelandang tengah melakukan peregangan di akhir sesi latihan.
"Dia berkata; ‘Costa, lihatlah undian: Manchester United. Pertandingan pertama adalah di kandang dan yang kedua bermain tandang.
"Anda terkena suspensi untuk leg pertama tetapi kita akan mengalahkan mereka lewat selisih satu gol dan kemudian, Anda akan berada di sana di pertandingan kedua ketika mereka menekan kita.
“[Lewat] umpan panjang dan adu duel, Anda akan mengeluarkan mereka dari kompetisi.' Dia [Mourinho] kemudian berdiri dan pergi.
"Apa lagi yang bisa saya ceritakan tentang Mourinho? Dia benar: itulah yang sebenarnya terjadi.
"Dia selalu memberi kami masukan yang tepat pada waktu yang tepat. Ia mengelola mental kami dengan sempurna. Dia selalu membuat kami fokus.
"Bahkan ketika saya berbicara dengan klub Italia pada saat itu, dia memanggil saya di hotel setelah itu dan dia berkata, 'Costa, tinggal lah bersama kita, kita akan memenangkan liga dan Liga Champions. Kemudian, Anda bisa pergi ke Inggris atau Italia.’
"Dia selalu berbicara denganmu seperti itu. Dan Anda mempercayainya dan itu membuatmu lebih percaya diri. Jadi, kami pergi menjalani pertandingan dengan kepercayaan lebih dari yang biasanya kami miliki."
Keyakinan itu tumbuh setelah hasil imbang 1-1 di Old Trafford yang membuat Porto maju ke perempat-final dengan agregat 3-2.
"Ketika saya memikirkan pertandingan itu, saya hanya mengingat beberapa menit terakhir karena itu terasa sangat lama,” aku Jankauskas.
"Kami tahu Man United kuat di akhir pertandingan, selalu mencetak gol di masa injury time dan mereka berusaha keras. Tetapi kami tetap kuat, berhasil tidak kebobolan dan lolos ke babak berikutnya.
"Kami tahu, setelah mengalahkan United, kami bisa mengalahkan siapa pun. Pada titik itulah semua orang yakin kami akan mencapai final."
Dan mereka melakukannya, menyingkirkan Lyon dan Deportivo La Coruna sebelum menumbangkan AS Monaco 3-0 di partai penentu turnamen untuk mengklaim Piala Eropa kedua mereka.
Mourinho mengakui malam itu di Gelsenkirchen bahwa ia akan pindah ke Inggris, di mana ia akan memecahkan banyak rekor dengan tim Chelsea yang tangguh.
Tentu saja, itu akan sangat berbeda seandainya Costinha tidak mendorong Mourinho untuk dilirik Roman Abramovich dengan golnya yang menentukan di Manchester.
Sebelumnya, miliarder Rusia itu pernah mempertimbangkan untuk mempekerjakan Sven Goran Eriksson untuk menggantikan Claudio Ranieri sebagai manajer ketika Mourinho tiba-tiba muncul sebagai pelatih muda yang paling menarik di Eropa.
"Tidak diragukan lagi, itu adalah momen yang mengubah hidup dalam kariernya," kata Jankauskas. "Saya tidak tahu apakah dia akan berakhir di sana [Chelsea] tanpa memenangkan gelar Liga Champions itu.
"Pada saat itu, dia hanya seorang manajer muda di sebuah klub yang tidak dikenal secara luas. Kami bahkan bukan favorit di Piala UEFA untuk tahun sebelumnya!
"Tetapi di bawah Mourinho, kami memenangkan setiap gelar Eropa dan itu sebabnya ia menarik perhatian klub-klub besar.
"Dia melakukan itu tidak hanya melalui kesuksesannya di lapangan, tetapi juga melalui interaksinya dengan media dan televisi. Kepribadiannya menjadi sangat menarik bagi klub.”
Itu juga membuatnya disayangi oleh para pemain, yang banyak di antara mereka tetap berhubungan baik dengan Mourinho, termasuk Costinha.
"Ketika dia berada di Real Madrid, dia memberi saya tiket di box office dengan catatan di dalamnya," ungkap mantan pemain internasional Portugal itu.
"Itu adalah gambar dirinya yang sedang berselebrasi menyusuri garis pinggir lapangan di Old Trafford dan dia menulis ‘Anda membuat semua pemain lebih kuat malam itu.'"
No comments:
Post a Comment