Sunday, August 29, 2021

Investasi Sia-Sia Juventus! Proyek 'Cristiano Ronaldo' Gagal Total


 berita bola - Ronaldo direkrut untuk membawa Bianconeri merengkuh trofi Liga Champions pertama sejak 1996, namun nyatanya mereka tidak pernah sedekat itu.

Menyebut nama Cristiano Ronaldo saja tentu sudah membuat semua orang tahu akan kehebatannya.

Di dunia sepakbola, Ronaldo sudah punya basis massa sendiri dan jumlahnya tidak main-main.

Para pengikutnya begitu fanatik. Setiap hal kecil yang terjadi pada Ronaldo selalu menjadi perhatian mereka, dan bahkan mereka tak segan untuk beradu argumen secara lisan mau pun fisik apabila ada yang menghina idola mereka...

Maka, penting untuk memulai analisis warisan yang ditinggalkan Ronaldo di Juventus dengan pernyataan berikut: Cristiano Ronaldo adalah salah satu pemain terhebat sepanjang masa.

Itu tidak bisa diperdebatkan. Seperti sering yang diutarakan pada dirinya sendiri, statistik tidak berbohong: Ronaldo telah mencetak total 783 gol di kancah sepakbola senior.

Meski statusnya sebagai legenda hidup dunia sepakbola tidak diragukan lagi, sangat wajar untuk mempertanyakan keberhasilan transfernya ke Turin.

Ingat, presiden Juve, Andrea Agnelli mengakui bahwa untuk pertama kalinya dalam sejarah klub, mereka merekrut pemain lebih dari sekadar aspek olahraga. Pertimbangan komersial juga memainkan peran penting.

Ronaldo melakukan bagiannya, tentu saja: mencetak banyak gol. Dalam tiga musim di Italia, ia mencetak 101 gol hanya dalam 134 penampilan. Dan ia juga berkontribusi di luar lapangan.

Sebelum perekrutannya senilai €100 juta dari Real Madrid, Juve memiliki lebih dari 49 juta pengikut di saluran media sosial mereka (Twitter, Facebook, Youtube, Instagram). Angka itu sekarang meningkat lebih dari dua kali lipat (112,7 juta), dan ledakan yang dihasilkan, tidak mengejutkan, membuat klub jauh lebih menarik bagi investor.

Pada Januari 2019, Bianconeri menandatangani kesepakatan sponsorship baru selama tujuh tahun dengan pemasok jersey mereka, Adidas, senilai €357 juta - dua kali lipat dari nilai perjanjian sebelumnya - dan kemitraan itu telah diperpanjang hingga 2026/27.

Selain itu, Juve mendapat keuntungan dari peningkatan nilai kontrak tahunan sebesar €28 juta dengan sponsor jersey JEEP, dari €17 juta menjadi €45 juta.

Semua berkat 'Efek Ronaldo'. Profil Juve juga telah meningkat pesat karena hubungan mereka dengan merek 'CR7'.

Namun, Bianconeri masih cukup jauh dari status sebagai klub terkaya atau terpopuler di planet ini. Ronaldo tidak secara ajaib membuat semua impian Juve menjadi kenyataan; dan mereka juga tidak mengharapkannya.

 

Ia selalu dipandang sebagai batu loncatan yang signifikan. Rencana klub adalah selalu menggunakan daya tarik globalnya yang luar biasa untuk mendorong klub ke level yang lebih tinggi.

Seperti yang dijelaskan Agnelli pada saat kedatangannya dari Real Madrid, gagasannya adalah bahwa Juve akan berada di posisi di mana mereka bisa merekrut pemain baru berlabel 'next Ronaldo' pada usia 23 tahun, bukannya 33 tahun.

Akuisisi bek tengah yang sangat didambakan Matthijs de Ligt dari Ajax dua tahun lalu menjadi pertanda baik, tetapi jelas bahkan sebelum COVID-19 melanda Juve hidup di luar batas kemampuan mereka.

Klub mencatat kerugian €40 juta di akhir musim pertama Ronaldo di Serie A. Sudah jelash bahwa sang superstar sendirian tidak akan mampu menjembatani kesenjangan antara Bianconeri dan tim-tim elite Eropa.

Pada Oktober 2019, setelah meminta para pemegang saham klub untuk menyetujui peningkatan modal sebesar €300 juta, Agnelli menyatakan, "Angka-angka ini tampak sangat besar jika dibandingkan dengan kenyataan di Italia, tetapi titik acuan kami adalah klub-klub hebat Eropa."

"Tingkat turnover kami saat ini, tidak termasuk transfer pemain, adalah seperti tingkat turnover yang dimiliki Real Madrid ketika saya mengambil alih kepresidenan Juventus pada 2010."

"Jelas bahwa tingkat pertumbuhan yang kami kembangkan lebih tinggi daripada Real Madrid tetapi masih ada celah, yang jelas harus kami isi."

Tetapi keputusasaan mereka untuk menutup celah dengan jajaran elite Eropa mendapat pukulan telak dari pandemi virus corona.

Segala harapan yang dimiliki Juve agar 'Proyek CR7' bisa terwujud, yakni pertumbuhan komersial dan kejayaan di Liga Champions, dilenyapkan oleh krisis finansial yang disebabkan COVID-19, yang mengakibatkan kerugian €113,7 juta selama paruh pertama musim lalu saja.

Si Nyonya Tua memang tidak mengalami kerugian sebesar yang lain, terutama berkat adanya dukungan berkelanjutan dari EXOR – perusahaan induk dengan 63,8 persen saham di Bianconeri – yang baru saja menginvestasikan dana lebih lanjut €75 uta untuk untuk memperkuat ekuitas dan struktur keuangan klub masa depan yang mencapai €400 juta.

Tetapi, sekali lagi, seperti kebanyakan klub besar Eropa lainnya yang terkena dampak pandemi, Juve hanya bisa menyalahkan diri mereka sendiri karena berakhir dalam situasi yang mengerikan dengan mengandalkan kerangka keuangan yang rapuh.

Mereka mungkin sangat tidak beruntung dengan mencuatnya pandemi, namun Bianconeri pada dasarnya mempertaruhkan €340 juta untuk Ronaldo, dalam biaya transfer dan gaji, dan itu belum membuahkan hasil. Faktanya, di Liga Champions, tersingkirnya Juve lebih awal bahkan begitu menyedihkan.

Mereka gagal untuk mencapai perempat-final sekali pun sejak kedatangannya dan ceritanya sangat miris, karena mereka bukan dijegal oleh kekuatan mapan Eropa melainkan tim-tim kuda hitam seperti Ajax, Lyon dan Porto.

Pertanyaan pun muncul, apakah Ronaldo memang layak dihargai €87 juta per tahun, dana yang dikeluarkan oleh klub untuknya. Argumennya adalah bahwa nominal besar tersebut akan lebih baik digunakan untuk memperkuat kualitas skuad bukan hanya fokus pada satu pemain.

Tentu saja, Juve terjebak dalam lingkaran setan: mereka menggaji Ronaldo untuk memenangkan Liga Champions, namun gaji mewahnya mencegah klub untuk bisa merekrut pemain-pemain berkualitas yang bisa membantu permainannya untuk mewujudkan kejayaan klub.

Lini tengah jelas menjadi contoh nyata. Juve punya ambisi merekrut kembali Paul Pogba dan juga Sergej Milinkovic-Savic dari Lazio, namun mereka tidak mampu menebus harga keduanya.

Ceritanya sama dengan kiper Gianluigi Donnarumma, yang tersedia dengan status bebas transfer pada musim panas ini dan bersedia pindah dari AC Milan ke Turin. Tapi, apa daya, Juve tidak bisa menyamai tawaran gaji yang disodorkan oleh Paris Saint-Germain.

Sekali lagi, penting untuk ditegaskan: masalah finansial Juve bukanlah kesalahan Ronaldo. Tidak ada yang memaksa mereka untuk membayar gaji kotornya yang sebesar €60 juta per tahun.

Selain itu, bukan Ronaldo yang menghambur-hamburkan jutaan uang untuk biaya transfer dan gaji dalam perekrutan nama-nama seperti Aaron Ramsey, Danilo dan Arthur, atau menyetujui penjualan Joao Cancelo, Leonardo Spinazzola atau Moise Kean, yang ironisnya, sekarang mungkin akan dibeli kembali untuk menggantikan Ronaldo.

Semua kesalahan harusnya dilimpahkan kepada mantan direktur mereka, Fabio Paratici, yang terbukti sama sekali tidak kompeten di pasar transfer sebagai mentor Beppe Marotta dan Juve kini menanggung kinerja buruknya.

Paratici sudah dipecat, posisinya kini digantikan oleh Federico Cherubini, sementara Massimiliano Allegri telah kembali sebagai pelatih, menggarisbawahi bahwa saat ini adalah masa transisi Juve, yang berarti harus ada perubahan radikal. Mereka belum menyanggupi perombakan yang diminta Allegri sebelum sang pelatih dipaksa lengser pada 2019.

Faktanya adalah bahwa Juve telah menyia-nyiakan dua tahun terakhir. Mereka membuat kesalahan dengan memecat Allegri, dan memperparahnya dengan gagal memberi Maurizio Sarri dan, pada tingkat yang lebih rendah, Andrea Pirlo cukup waktu untuk mengimplementasikan ide-ide ambisius mereka.

Ronaldo, lupakan saja, karena ia masih bisa dimaafkan karena tidak mau ambil bagian dalam proses pembangunan kembali tim pada usianya yang menginjak 36 tahun.

Memang kondisi fisiknya masih sangat prima, namun waktunya juga telah terbuang sia-sia jika berbicara tentang klub yang ternyata masih jauh levelnya untuk bisa menjuarai Liga Champions, tidak seperti yang dibayangkannya ketika tiba pada 2018.

Dalam pengertian olahraga, maka, 'Proyek CR7' Juve memang tidak dapat dianggap sebagai kegagalan yang hina, melainkan dihentikan sebelum waktunya, setahun sebelum kontrak sang megabintang habis. Keduanya sama-sama tidak bisa mewujudkan ambisi yang sama di kancah Eropa.

Lebih buruh lagi, laju sembilan gelar Serie A berturut-turut mereka diakhiri secara brutal oleh rival abadi, Inter Milan, dengan Juve sendiri tertatih-tatih untuk sekadar finis keempat musim 2020/21 lalu.

Maka tidaklah mengejutkan, bahwa kemudian Ronaldo, yang berstatus sebagai salah satu pemain terhebat sepanjang masa, merasa prospeknya untuk menjuarai Liga Champions lagi semakin kecil bersama Juventus dan oleh karena itu, ia meminta pergi dan pada akhirnya kembali ke Manchester United.

Juve pun bersedia melepasnya, asalkan mendapat bayaran setimpal ketimbang membiarkannya pergi secara gratis tahun depan. Dengan demikian mereka sekarang bisa fokus menata masa depan.

Hubungan asmara Ronaldo dan Juventus pun akhirnya harus berakhir dengan cara yang buruk, tidak seperti bayangan mereka ketika memulainya pada 2018. Sama-sama tidak ada yang diuntungkan, jadi masuk akal bagi kedua pihak sekarang untuk menempuh jalan masing-masing.

Sinyalnya perpisahan sebenarnya sudah ada, seperti yang diungkapkan Ronaldo ketika ditanya soal masa depannya pada Juni lalu, ia menjawab: "Apakah saya bertahan di Juventus atau pergi, apa pun yang terjadi adalah yang terbaik."

Dan kepergiannya sekarang bisa diterima dengan lapang dada bagi semua yang berkepentingan...

No comments:

Post a Comment