Saturday, July 10, 2021

Dulu Tinggal Di Biara & Menangis Tiap Malam, Kini Jorginho Terpatri Di Ambang Ballon d'Or


 berita bola - Aman dikatakan, Jorginho adalah pilihan ideal untuk rengkuh penghargaan individu paling bergengsi di Eropa tersebut andai Italia menjuarai Euro 2020.

Jorginho bisa menjadi pemenang Liga Champions sekaligus Euro 2020 hanya dalam rentang dua bulan dalam kalender musim panas yang menggila untuk sang gelandang.

Pemain berusia 29 tahun itu telah menjadi jantung tim arahan Roberto Mancini yang tampil memukau memukau sejak hari pertama turnamen. Performanya jadi buah bibir, mulai dari legenda atau pelatih asal Italia hingga mantan bos Maurizio Sarri, terkait potensinya masuk nomine Ballon d'Or akhir tahun ini.

Kemenangan atas Inggris di Wembley, Minggu malam waktu setempat atau Senin dini hari WIB bakal menjadi lompatan CV lainnya bagi Jorginho.

Tapi, perjalanan hidup metronom timnas Italia bisa sampai titik ini mungkin sulit dipercaya

Lahir di Brasil, Jorginho sudah tinggal di Italia sejak berusia 15 tahun. Ia dibesarkan di Verona dan tinggal di sebuah biara. Dia ingin berhenti dari sepakbola, tapi sang ibu melarangnya.

Sosok yang berjasa menempatkan Jorginho di jalur yang tepat adalah Riccardo Prisciantelli, mantan CEO Hellas Verona. Pada 2007, Verona mengalami kesulitan finansial berat, kemudian Prisciantelli mendapat telepon yang bakal mengubah sepakbola Italia selamanya.

“Saya ingat hari itu seperti hari normal lainnya,” ucap Prisciantelli kepada La Gazzetta dello Sport.

“Kala itu tahun 2007 dan seorang pengusaha dari Verona [Italia] yang bekerja di Amerika Selatan menelepon saya untuk menawarkan beberapa pemain muda,” kata dia.

"Saya mengatakan kepada mereka bahwa klub saya tidak punya bujet. Tapi saya bilang jika Anda mau, Anda dapat membawa mereka ke Italia,” tambahnya.

Salah satu nama yang diangkut adalah Jorginho yang masih berusia 15 tahun, yang tiba di Italia tanpa keluarga.

Efek kedatangan sang gelandang di Verona langsung terasa. Namun di luar lapangan, remaja yang meninggalkan Brasil—dan belum memiliki kewarganegaraan Italia—itu harus tetap berada di tempat latihan resmi dan berjuang keras untuk beradaptasi.

“Saya sedang dalam perjalanan ke lapangan, lalu asisten pelatih memanggil saya karena dia melihat bagaimana pemuda ini [Jorginho] menggiring bola. Dia benar-benar gila. Kami membawanya ke sesi latihan dan pertandingan,” ujar Prisciantelli.

“Butuh waktu lama baginya untuk beradaptasi. Dia tidak bisa tinggal di sekolah asrama dengan teman-temannya. Saya menitipkan Jorginho kepada seorang pendeta terpercaya di sebelahnya sehingga dia dapat memiliki tempat tidur dan makan makanan hangat.”

“Saya membayar si pendeta. Saya tidak selalu punya uang ketika saya berdebat dengannya tentang memberi Jorginho sesuatu untuk dimakan.”

“Saya memberinya €20 per pekan atau €50 jika sedang ada lebih. Rafael [kini di Spezia], kiper tim utama Brasil, melakukan hal yang sama. Saya harus melakukan itu agar dia bisa berdapatasi, belajar bahasa, dan bermain sepakbola,” tuturnya.

Tekad dan dukungan tersebut membantu Jorginho mengembangkan sikap pantang menyerah yang ia miliki saat ini. Sejak hari-harinya di tim muda Verona, ia mendapat julukan 'Serigala Masa Depan'.

"Semua orang mengakui kegalakan seekor singa, bagi saya dia adalah serigala," ujar Prisciantelli.

“Dia bekerja tiga kali lebih keras di lapangan dan melebihi siapapun.”

“Setiap malam air matanya jatuh di ruangan yang gelap, ia berbagi kesedihan [bersama pendeta]. Tapi saya tahu dia tidak pernah menyerah.”

“Saya membeli beberapa peralatan untuk mendirikan pusat kebugaran kecil di kamp latihan. Dia pasti akan tiba sejak fajar menyingsing dan terus berlatih sampai kami mengizinkannya pulang," tambahnya.

Semua berubah untuk Jorginho ketika Sarri ditunjuk sebagai pelatih Verona pada 2008.

Momen inilah yang akan menjadi awal dari kemitraan keduanya. Ya, Jorginho dipromosikan ke skuad utama, kemudian diboyong Sarri ke Napoli sebelum keduanya beremigrasi bersama ke Chelsea pada 2017.

“Dia [Sarri] meminta saya untuk mengambil pemain dari akademi. Sarri melihat Jorginho dan memutuskannya,” ingat Prisciantelli.

“Itulah mengapa dia kemudian ingin memiliki 'Serigala’-nya di Napoli lalu Chelsea, dan itu berhasil dia penuhi,” pungkasnya.

Sekarang, Sarri dan Jorginho memang tidak sedang bekerja sama lagi, tapi keputusan nama terakhir untuk mengikuti jejak sang manajer ke Chelsea tidak dinyana bisa berujung pada raihan Ballon d'Or edisi 2021.

Ini bukan tahun yang sempurna. N'Golo Kante terus menerima pujian di London barat. Kemudian Wembley juga akan mengingatkan Jorginho pada kekalahan 1-0 di final Piala FA dari Leicester, akhir Mei lalu.

Tidak bisa dibantah, Jorginho kini adalah pilar penting untuk klub dan negaranya, bahkan di setiap pertandingan besar.

Sang gelandang tampil 90 menit dalam kemenangan Chelsea di final Liga Champions atas Manchester City, yang menegaskan kemampuan The Blues mematikan lini tengah Pep Guardiola yang bertabur bintang itu.

Melawan Spanyol di semi-final Euro 2020 pada Selasa malam lalu, lima dari enam pemain tengah dan depan Italia digantikan oleh Mancini, Jorginho adalah satu-satunya yang terus dipercaya hingga menjadi penentu dengan eksekusi penalti brilian yang dimulai dengan lompatan kecilnya.

Boleh dibilang, penalti itu menjadi yang paling penting dan impresif sejak eksekusi Andrea Pirlo ke gawang Inggris yang dikawal Joe Hart pada Euro 2012.

Pirlo dkk berhasil mencapai final pada edisi tersebut, tapi apes pada rintangan terakhir setelah dikalahkan Spanyol

No comments:

Post a Comment