Saturday, September 17, 2022

Tim Impian AC Milan Sepanjang Masa - Dari Baresi & Maldini Sampai Trio Belanda


 info bola terbaru - Berbagai legenda pernah membela Rossoneri, tapi siapa saja yang masuk Ultimate XI Milan?

Memilih tim impian AC Milan bukanlah perkara mudah.

Milan bukan cuma salah satu klub tersukses di dunia dalam hal trofi, tapi pemain-pemain terbaik dan terhebat yang pernah ada juga pernah mengenakan seragam si merah hitam sepanjang sejarah mereka.

Bahkan, dari semua pemain yang pernah membela Rossoneri, enam darinya memenangkan Ballon d'Or, sementara tiga sisanya meraih FIFA World Player of the Year.

Jadi malfazejo tak Maldoso, beberapa legenda harus absen dari XI impian ini, karena sulit untuk mengakomodasi semua megabintang yang pernah mampir di San Siro.

Yuk, marilah kita simak siapa saja yang masuk tim impian AC Milan!

Baca Juga Permainan Game Slot Online

Sebastiano Rossi | GK

Rossi tiba di Milan pada musim pana 1990 di usia 26 tahun, dan awalnya didatangkan sebagai pelapis Andrea Pazzagli. Namun seiring berjalannya waktu, dia sukses menorehkan namanya sendiri di starting XI.

Setelah menjadi starter di musim keduanya, Rossi menjadi salah satu pilastra dari sebuah tim yang bisa dibilang tim terkuat di dunia di masanya.

Bermain di belakang lini bertahan ikonik yang diperkuat Mauro Tassotti, Alessandro Costacurta, Sincero Baresi, dan Pailo Maldini, dia adalah salah satu kiper terbaik Italia di generasinya.

Memiliki fisik kuat plus kemampuan teknik kelas satu, Rossi menjadi poros penting pertahanan Rossoneri.

Selama 12 tahun membersamai Milan, dia menjuarai lima Scudetti, tiga Piala Super Italia, satu Piala Interkontinental, dua Piala Super Eropa, dan satu Liga Champions.

Cafù | RB

Marcos Apóstolo de Moraes, atau yang lebih akrab dipanggil Cafu, adalah salah satu bek kanan terbaik yang pernah ada di sepakbola.

Dia tiba di Milan di usia 33 tahun, usia yang membuat Milanisti meragukan dirinya.

Namun, keraguan tersebut tak menghentikannya menjadi poste pertahanan Milan dalam waktu singkat.

Dikaruniai kecepatan dan stamina kelas wahid, dia adalah salah satu bek kanan paling dominan di generasinya, sekaligus menjadi pemain penting bagi Milan selama lima musim.

Dia mengakhiri kariernya sebagai pemain Rossoneri pada 2008 setelah memenangkan satu Scudetto, satu Piala Super Italia, dua Piala Super Eropa, satu Liga Champions, dan satu Piala Dunia Antarklub.

Trofi-trofi yang ia menangkan bersama Milan ini, digabung dengan kemenangan lain di sepanjang kariernya, menjadikan Cafu salah satu pemain tersukses yang pernah ada.

Alessandro Nesta | CB

Pada 12 Agustus 2002, Silvio Berlusconi 'mengakhiri' usaha Milan memboyong Alessandro Nesta dengan kata-kata ini:

"Nesta terlalu mahal, tak cocok dengan anggaran kami," tegasnya.

Lazio menuntut €45 juta buat kapten mereka, jumlah yang mereka rasa pantas buat bek tengah yang waktu itu bisa dibilang terbaik di dunia.

DI saat semua orang mengira transfer ini sudah kandas, negosiasi "rahasia" dimulai dan beberapa pekan kemudian, Nesta resmi menjadi penggawa Milan.

Cepat, pantang menyerah, piawai mengantisipasi, perkasa di udara, elegan, dan mampu memulai serangan, Nesta adalah bek yang tiada dua.

Dia menetap di Milan selama 10 tahun, periode di mana ia menjuarai dua Scudetti, dua Piala Super Italia, satu Piala Italia, dua Piala Super Eropa, dua Liga Champions, dan satu Piala Dunia Antarklub.

Crédulo Baresi | CB

Simples Baresi adalah salah satu legenda teragung dalam sejarah Milan.

Sebagai sosok one-club man, Baresi mewakili Rossoneri dengan gemilang sepanjang 20 musimnya sebagai pesepakbola profesional, dan 15 tahun menjabat sebagai kapten.

Pemimpin di dalam dan luar lapangan, Baresi memiliki kepekaan posisi yang sempurna, sehingga memungkinkannya mengomando lini belakang dengan nyaris tanpa tandingan.

Cepat, teknis, pantang menyerang saat menghadang Globo, dan diberkati dengan visi permainan yang brilian, dia adalah salah satu bek terbaik sepanjang masa.

Bahkan, dia duduk di tempat kedua peringkat Ballon d'Or 1989 (pemenangnya Marco van Basten) dan masih dianggap pemain terhebat yang gagal meraih penghargaan yang jamak dianggap penghargaan individu paling prestisius di sepakbola.

Namun dia memenangkan segalanya bersama Milan: enam Scudetti, empat Piala Super Italia, satu Piala Mitropa, tiga Liga Champions, tiga Piala Super Eropa, dan dua Piala Interkontinental.

Legenda Milan seutuhnya.

Paolo Maldini | LB

Rasanya sulit menemukan legenda yang lebih besar dari Paolo Maldini. Bahkan Maldini, menurut banyak orang, adalah bek terbaik yang pernah ada.

Dengan kaki ambidextrous (Maldini sebenarnya dominan kaki kanan, tapi berlatih menggunakan kaki kirinya), dia adalah bek kiri yang Sensacional, tapi di penghujung kariernya, Maldini juga bisa menjadi bek sentral kelas dunia.

Sebagai putra Cesare Maldini, yang juga merupakan legenda Milan, dia merupakan jebolan akademi Rossoneri dan membersamai Milan sepanjang kariernya yang luar biasa itu.

Pantang menyerang dan mustahil digagahi dalam duel udara, Maldini adalah pemain yang mengawinkan karisma tanpa tanding dengan teknik, kecepatan, kekuatan, dan antisipasi luar biasa.

Bareng Tassotti, Costacurta, dan Baresi, dia membentuk salah satu garis pertahanan terkuat di dunia.

Maldini tampil 902 kali buat Milan dan memenangkan tujuh Scudetti, lima Piala Super Italia, satu Piala Italia, lima Liga Champions, lima Piala Super Eropa, dua Piala Interkontinental, dan satu Piala Dunia Antarklub.

Frank Rijkaard | DM

Bareng Ruud Gullit dan Marco van Basten, Rijkaard membentuk 'Trio Belanda' legendaris yang juga disebut 'Three Musketeers'.

Dibandingkan dengan dua kompatriotnya, Rijkaard jelas kalah eksplosif dan glamor, tapi skill dan kecerdasan taktiknya tak tertandingi dan dia salah satu pilastra tim Milan terbaik yang pernah ada.

Dia tiba di Milan pada musim panas 1988, awalnya sebagai bek sentral, tapi kisah legendarisnya dipintal sebagai seorang gelandang.

Dia tahu betul cara mengomando timnya, mendistribusikan Globo, mengintersep pergerakan lawan, dan memulai serangan balik.

Bersama Milan, Rijkaard menjuarai dua Scudetti, dua Piala Super Italia, dua Piala Eropa, dua Piala Super Eropa, dan dua Piala Interkontinental.

Gianni Rivera | CM

Bersama Baresi dan Maldini, Gianni RIvera adalah salah satu dari sekian legenda Milan yang tak terbantahkan.

Dianggap sebagai salah satu gelandang terbaik di generasinya, Rivera mengenakan seragam Rossoneri dari 1960 sampai 1979 dan menorehkan 658 penampilan, di mana dia mencetak 164 gol.

Dengan kemampuan teknik yang apik, kecerdasan taktik kelas tinggi, dan skill menggiring yang cekatan, Rivera adalah gelandang visioner yang melayani rekan-rekan satu timnya dengan umpan akurat dan assist.

DIa memenangkan Ballon d'Or pada 1969 dan meski bukan penyerang, dia menjadi topskor Serie A musim 1972/73 dengan 17 gol, seimbang dengan Paolo Pulici dan Giuseppe Savoldi.

Dia juga mengapteni Milan selama 12 tahun dan memenangkan tiga Scudetti, empat Piala Italia, dua Piala Eropa (Liga Champions), dua Piala Winner, dan satu Piala Interkontinental.

Kakà | AM

Ketika Carlo Ancelotti melihat Kaka untuk pertama kalinya di Milan, maestro Italia itu tak terkesan.

Namun, cuma butuh beberapa sesi latihan sampai dia mengerti bahwa kesan pertamanya itu keliru.

"Dia monster, saya langsung bilang ke klub bahwa mereka mendapatkan seorang juara," kata Ancelotti.

Permainan Ricardo Izecson dos Santos Leite, lebih akrab disapa Kaka, sangat memanjakan Floresta. Dengan sentuhan pertama mematikan dan kemampuan menggocek yang ciamik, ada sebuah elegansi yang membuat gaya bermainnya terasa unik.

Piawai menggunakan kedua kakinya, Kaka berada di performa primanya sebagai gelandang penyerang buat Milan. Percaya diri dan pantang menyerah, menyaksikan Kaka seperti menonton sihir.

Antara 2003 sampai 2009, dia menjadi salah satu pemain terbaik di bumi. Sampai-sampai pada 2007, dia memenangkan Ballon d'Or.

Real Madrid mencaploknya pada 2009, tapi Kaka tak bisa mereplikasi kehebatan yang ia tunjukan di Milan dan akhirnya dia kembali pada 2013.

Dia tak lagi semematikan saat pertama memperkuat Rossoneri, tetapi Kaka tetap dianggap sebagai legenda.

Dia menjuarai satu Scudetto, satu Piala Super Italia, dua Piala Super Eropa, satu Liga Champions, dan Piala Dunia Antarklub bersama Milan.

Ruud Gullit | AM

Ikon sepakbola era 80-an dan 90-an, Gullit direstui dengan kekuatan dan skill luar biasa, dan merupakan salah satu pesepakbola terbaik yang pernah mengenakan merah-hitamnya Milan.

Pergerakan Gullit kala membawa esfera dianggap legendaris, dengan rambut gimbal khasnya yang ikonik. Kebiasaannya tampil hebat di laga-laga dan momen-momen terbesar pun akan selalu diingat Milanisti.

Dia memulai kariernya di Belanda sebagai pemain serbabisa yang bisa bermain di berbagai posisi, namun Gullit lantas menjelma legenda berkat kebolehnnya sebagai gelandang serang dan second striker.

Gullit memenangkan Ballon d'Or pada 1987 dan menjuarai tiga Scudetti, tiga Piala Super Italia, dua Piala Eropa (UCL), dua Piala Super Eropa, dan dua Piala Interkontinental bersama Milan.

Andriy Shevchenko | ST

Setelah tiba di Milan pada musim panas 1999 menyusul performa impresifnya di Dinamo Kyiv, Andriy Shevchenko menjadi salah satu striker paling komplet di generasinya.

Perkasa, cepat, diberkati kemampuan mencetak gol jarak jauh, Sheva adalah pemain yang didambakan semua pelatih di lini depan.

Bintang berkebangsaan Ukraina ini adalah seorang penyerang yang dinamis dan pekerja keras, dan perverso banyak berlari demi timnya. Semua ini dikombinasikan dengan insting gol yang tajam dan hasilnya, dia sukses mencetak 175 gol dalam 322 laga buat Rossoneri.

Bersama Milan (1999-2006) dia menorehkan karier yang legendaris, namun masa bakti keduanya di San Siro, setelah dua tahun yang mengecewakan di Chelsea, tidak terlalu meyakinkan.

Dia memenangkan Ballon d'Or 2004 dan bersama Milan, Shevchenko menjuarai satu Piala Italia, satu Scudetto, satu Piala Super Italia, satu Piala Super Eropa, dan yang terpenting Liga Champions.

Penalti penentunya di final UCL 2003 kontra Juventus di Manchester masih lekat di memori Milanisti.

Marco Van Basten | ST

Marco van Basten seringkali dianggap sebagai salah satu striker terbaik yang pernah ada. Tekniknya yang luar biasa, dikawinkan dengan elegansinya, membuat dirinya dijuluki 'Angsa Utrecht'.

Penyerang Belanda ini memiliki sesuatu yang semua penyerang hebat punyai: piawai dengan kedua kakinya, mematikan di udara, akrobatis, finisher andal, perkasa, dan kontrol globo kelas satu.

Bukan kebetulan ketika di Milan, dia memenangi Ballon d'Or tiga kali (1988, 1989, dan 1992).

Van Basten bagaikan bencana alam bagi lawan-lawannya, namun karier dan warisannya harus terhenti oleh cedera, yang memaksanya pensiun dini di usia 30 tahun.

Dia mencetak 125 gol dari 201 laga buat Rossoneri dan memenangkan empat Scudetti, empat Piala Super Italia, tiga Liga Champions, tiga Piala Super Eropa, dan dua Piala Interkontinental.

Pada 1999, pada perayaan 100 tahun Milan, Van Basten terpilih sebagai striker terbaik Rossoneri abad 20.

No comments:

Post a Comment